Berpikir tingkat tinggi, materi real geografi, dan kependidikan.

Saturday, 28 November 2015

KOMPETENSI INTI K-13 DAN KEHIDUPAN PERGURUAN TINGGI (BAG II)

Sebelumnya telah dibahas kaitan nilai spiritual dan sosial dan kehidupan perguruan tinggi. Berikut gambaran nilai kognitif dan keterampilan yang dialami mahasiswa saat menjalani kehidupan perguruan tinggi.

Nilai Kognitif Kehidupan Perguruan Tinggi
Nilai kognitif erat kaitannya dengan bidang akademis dan kehidupan kampus. Pesan orang tua sebelum anaknya menempuh ke kehidupan kampus ialah, "kuliah sing temen le/nduk bayarmu kuliah larang lho! (kuliah yang serius nak, biaya kuliah mahal!)". Apa makna kalimat tersebut?

Apa yang diucapkan orang tua bersifat deduktif (umum-khusus). Serius kuliah tak hanya soal mendengarkan penjelasan atau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Tetapi juga lebih menekankan pada bagaimana kita menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara serius dengan tenaga dan pikiran yang kita miliki. Penekanan nilai akhir dibanding proses menurut banyak orang terkadag tak berlaku dalam kehidupan perguruan tinggi.

Perbandingan penyampaian pengetahuan oleh dosen ialah 1:4. Angka 1 menunjukkan pengetahuan yang dsampaikan secara langsung dalam perkuliahan, dan nilai 4, pengetahuan  disampaikan secara tidak langsung melalui tugas-tugas terstruktur yang diberikan (makalah, essay, artikel, dll). Jika mahasiswa meng-copypaste content tulisan orang dalam penyelesaian tugas. maka dapat dipastikan ilmu yang diperoleh hanya ketika kuliah di kelas. Itupun jika mereka serius mengikutinya.

Penyusunan tugas mandiri akan lebih menguntungkan mahasiswa, karena pengetahuan yang diperoleh jauh lebih banyak. Sudah sewajarnya mahasiswa tirakat terlebih dahulu. Kini hal itu bukanlah hal yang sulit dilakukan, karena pembuatan makalah, artikel dan essay sudah ditekankan sejak pendidikan menengah (SMA).
Jangan biarkan dua menu ini dominan dalam penyelesaian tugas kuliahmu!
Nilai Keterampilan Kehidupan Perguruan Tinggi
Dalam kehidupan perguruan tinggi mahasiswa tak hanya dituntut terampil menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Lebih dari itu mahasiswa harus mampu me-manage banyak hal. Salah satunya mengatur pengeluaran dan pemasukan yang berkaitan erat dengan kecerdasan finansial. Pemasukan mahasiswa umumnya berasal dari orang tua setiap awal bulan. Beberapa mahasiswa memilih pesta awal bulan dan berpuasa akhir bulan.

Mahasiswa harus terampil memilah kebutuhan dan keinginan, membuat skala prioritas untuk pengeluaran. Jika masih belum cukup, maka mahasiswa harus memutar otak. Menurunkan standar hidup atau menambah penghasilan. Bagi mahasiswa tahun ketiga, menambah penghasilan bukanlah hal sulit. Bisa dari segi akademis (beasiswa pembuatan karya lmiah) atau nonakademis (bekerja paruh waktu:les privat, berdagang, dll). Yang terpenting pekerjaan yang dilakukan harus disesuaikan dengan jadwal, agar tidak menganggu aktivitas perkuliahan.

Hanya akan terjadi jika manajemen finansial buruk

Apa yang telah kita bahas di atas, merupakan sudut pandang sempit seorang mantan mahasiswa yang jauh dari sempurna. Saya yakin, masih banyak nilai-nilai kehidupan perguruan tinggi menurut banyak versi. Bagi calon mahasiswa, hal ini hendaknya dijadikan  motivasi sebelum benar-benar masuk dan menjalani perguruan tinggi.

KOMPETENSI INTI K-13 DAN KEHIDUPAN PERGURUAN TINGGI

Beberapa saat lalu, saya memposting bagaimana memilih jurusan dan bagaimana kehidupan di universitas. Kali ini kita akan membahas lebih mendalam tentang kehidupan perguruan tinggi.

Banyak calon mahasiswa yang menilai kehIdupan perguruan tinggi berkaitan erat dengan hal-hal akademis. Padahal apa yang didapatkan mahasiswa saat berkuliah lebih dari itu. Analisa sederhana menghasilkan keterkaitan kehidupan pendidikan tinggi dan nilai-nilai Kompetensi Inti (KI) K-13. Apa yang akan kita bahas lebih menekankan pada kehidupan perguruan tinggi lepas orang tua. Berikut akan dibahas satu persatu kaitan kehidupan pendidikan tinggi dan KI K-13.

Nilai Religius (KI-1) Kehidupan Perguruan Tinggi.
Dalam pembelajaran ditekankan kemampuan spiritual/agamis. Guru mengajak siswa berdo'a sebelum dan sesudah pembelajaran, menghentikan pembelajaran sejenak ketika adzan berkumandang, dsb. Apa yang dialami mahasiswa dalam kehidupan pendidikan tinggi ternyata sangat "praktis".
Jika di rumah atau di sekolah siswa mengalami aktivitas agamis dengan pantauan guru dan orang tua, tentu tidak demikian dengan mahasiswa.

Mahasiswa harus mampu memimpin dan me-manage dirinya sendiri dalam hal aktivitas religius. Kegiatan bernilai ibadah/spiritual sepenuhnya menjadi kebebasan mahasiswa. Shalat 5 waktu, mengaji, shalat jumat, tarawih dll dilakukan tanpa pengawasan orang lain.  Disinilah ujian keimanan bagi mahasiswa. Jika iman mereka lemah, tingkatan ketaatan beragama di rumah dan di kehidupan perguruan tinggi bersifat sangat fluktuatif.
Bagi sebagian mahasiswa Shalat Jumat lebih berat dilakukan ketika tanpa pengawasan 

Nilai Sosial Kehidupan Perguruan Tinggi
Kehidupan perguruan tinggi tak cukup membahas aktivitas di dalam kampus. Lebih luas lagi, kehidupan perguruan tinggi ialah aktivitas yang dijalani mahasiswa, baik di dalam maupun di luar kampus. Kehidupan di dalam kampus tak terlalu lama jika dibandingkan aktivitas di luar kampus.

Setelah menyelesaikan aktivitas di kampus, umumnya mahasiswa akan kembali ke tempat peristirahatan, sebut saja kamar kost. Rumah kost banyak mengajarkan kepada mahasiswa tentang kehidupan sosial yang sebenarnya. Saat menjadi anak kost, mau tak mau mahasiswa menjadi bagian dari masyarakat. Beberapa lingkungan kost terkadang menerapkan peraturan-peraturan yang wajib dipatuhi. Sekali lagi kemampuan sosial mahasiswa diuji.

Ketaatan akan peraturan berbanding lurus dengan kemampuan sosial yang dimiliki mahasiswa. Terdapat beberapa mahasiswa yang memiliki nilai sosial tinggi sejak awal, namun beberapa lainnya tidak demikian. Mahasiswa dipaksa mampu menempat dan menyesuaiakan diri dengan daerah barunya. Perlu pendisiplinan secara paksa oleh masyarakat dalam bentuk teguran keras, denda, atau bahkan dengan cara kekerasan.

Pendisiplinan secara paksa ditempuh masyarakat guna mendisiplinkan mahasiswa yang sering melanggar peraturan lisan dan tertulis. Bagi mahasiswa objek pendisiplinan hal ini mungkin sangat menyebalkan. Namun, percayalah, saat benar-benar menjadi "orang" hal itu akan menjadi pengalaman yang tak ternilai.

Warna merah dan penyertaan kata "teguran" pada papan peringatan
Nilai kognitif dan keterampilan, akan kita bahas pada postingan selanjutnya. Semoga bermanfaat.

Sumber gambar:
id.wikipedia.org
blognyamitra.wordpress.com

Wednesday, 25 November 2015

BERPIKIR ANALITIS SEDERHANA UNTUK JENJANG SMP


Tahun 2013 merupakan langkah baru dalam membelajarkan peserta didik. Ketika itu saya berkesempatan mengikuti workshop guru yang diadakan oleh USAID, salah satu lembaga US yang peduli dengan pendidikan di Indonesia. Hal yang dibahas dalam workshop ialah bagimana menghadirkan pertanyaan tingkat tinggi, yang menuntut peserta minimal berpikir analitis (menghubungkan), evaluatif (menilai), dan kreatif (mencipta).

Workshop yang diadakan USAID mengundang guru dari jenjang Sekolah Menegah Pertama (SMP). Hal itu membuktikan bahwa pertanyaan tingkat tinggi dapat diterapkan pada peserta didik mulai jenjang SMP. Pertanyaan pertama yang muncul dibenak guru peserta workshop ialah, ”Apa mampu peserta didik saya menjawab pertanyaan tingkat tinggi?”

Pertanyaan tingkat tinggi bukanlah hal yang sulit untuk dijawab, siapapun dapat menjawab pertanyaan jenis ini. Hal yang perlu digarisbawahi, pertanyaan yang dibuat harus disesuaikan dengan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik. Takkan mungkin, kita menanyakan hubungan antara pemuaian kontruksi dan ketahanan jembatan pada anak jenjang SMP.

Mengaitkan olahraga, sinar matahari, vitamin D, dan pertumbuhan tulang
Sebelum menerapkan pertanyaan tingkat tinggi terkait materi, guru sebaiknya melatih peserta didik berpikir tingkat tinggi dari hal-hal yang sederhana (lihat gambar). Siswa dituntut menghubungkan kata-kata dalam oval. Syarat untuk menghubungkan kata-kata dalam soal ialah pengetahuan awal peserta didik terkait aktivitas olahraga, sinar matahari, vitamin D, dan pertumbuhan tulang. Materi ini telah dipelajari peserta didik pada mata pelajaran IPA jenjang Sekolah Dasar.

Kata yang terhubung dengan garis putus-putus, merupakan contoh yang saya berikan sebelum meminta siswa menjawab soal. Sedangkan yang terhubung dengan garis merupakan hasil kerja (analisis) peserta didik kelas VII SMP. Dari gambar di atas diperoleh keterangan ”Saat berolahraga kita akan terkena sinar matahari yang mengandung vitamin D. Vitamin D dibutuhkan tulang untuk tumbuh”. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menghubungkan kata-kata itu. Sebuah bukti bahwa sebenarnya kemampuan peserta didik kita memang berkualitas. 

Selain itu, berpikir tingkat tinggi bukanlah hal yang sulit dilakukan peserta didik jenjang SMP sekalipun. Hal yang perlu diperhatikan ialah bagaimana melatih mereka berpikir analitis sederhana sebelum benar-benar menerapkan berpikir analalitis terkait materi pembelajaran. 

Friday, 20 November 2015

PRIBADI DISIPLIN, TERPREDIKSI ATAU TERBURU-BURU?


Disiplin sering dikaitkan dengan ketepatan waktu, dan penunjuk waktu berperan penting dalam mencapai kedisiplinan. Kepribadian yang tepat waktu sering dikaitkan dengan pemakaian arloji yang melekat di pergelangan tangan. Namun, selain faktor waktu, ternyata terdapat pergeseran fungsi arloji sebagai aksesoris. Perlu diketahui bahwa apapun benda yang kita pakai memiliki pengaruh positif maupun negatif. Hal itu tergantung pada bagaimana kita menggunakannya.

Guru sebagai salah satu profesi yang menuntut kedisiplinan tinggi, sangat bergantung kepada benda itu. Bagi guru, kedisiplinan bukan hanya soal menaati aturan, namun juga memberikan contoh/teladan baik bagi murid-muridnya. Sangat tak etis jika guru menyuruh murid disiplin tapi dirinya sendiri tak demikian. Dengan dua target kedisiplinan yang diemban, mau tidak mau guru harus mendisiplinkan diri, datang tepat atau bahkan sebelum waktu yang ditentukan.

Kondisi guru saat ini sudah jauh berbeda jika dibandingkan kondisi guru pada masa lalu. Dalam film-film bertema pendidikan, guru sering digambarkan sebagai seorang yang bekerja dengan mengendarai sepeda butut tua. Adanya peningkatan kesejahteraan guru, memutar balikkan fakta tersebut. Banyak guru saat ini yang berangkat mengajar dengan mengendarai sepeda motor atau bahkan menggunakan mobil.

Namun, perlukah guru atau banyak profesi lainnya, melihat arloji saat berkendara?  Dengan penggunaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tertentu, akan memberikan efek negatif bagi tenaga pendidik ini. Apa saja pengaruh negatif melihat jam ketika melakukan perjalanan? Berikut akan dideskripsikan 2 contoh pengaruh negatifnya.

1. Mengurangi konsentrasi berkendara
Ketika itu saya pulang dari lembaga sekolah menuju lembaga sekolah yang lain. Dalam Kota kecepatan maksimal kendaraan dibatasi hingga 40 km/jam. Saya selalu berusaha menaati aturan tersebut.
Ketika melewati persimpangan jalan sayapun mengurangi kecepatan, kemudian melihat arloji untuk memprediksi waktu tiba ke tempat tujuan selanjutnya. Sekian detik saya melihat, diluar dugaan di depan saya tiba-tiba melintas kakek tua yang mengendarai sepeda. Kemudian, “Braaak!”. Kecelakaan pun terjadi.

Melihat arloji saat berkendara sebaiknya dihindari, karena hanya akan mengurangi konsentrasi kita. Boleh saja kita lakukan dengan syarat melihat kondisi di depan kita dan melihat cepat (maksimal 1 detik), guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Pengaruh terhadap kecepatan kendaraan
Terdapat dua pengaruh melihat jam ketika berkendara. Mungkin kita mengurangi kecepatan atau bahkan sebaliknya. Kondisi sebaliknya inilah yang berdampak negatif. Saat kita melihat jam ternyata waktu sudah sangat mepet, mau tidak mau kita cenderung menambah kecepatan.
Kecepatan kendaraan sudah sering memakan korban jiwa. Tak perlu kita menambahnya. Untuk menyiasati hal ini, alangkah baiknya, jika kita berangkat lebih awal. Sehingga kita tak perlu terburu-buru dan memacu kecepatan tinggi kendaraan kita.

Arloji, kawan atau lawan?
Pendapat beberapa orang menyatakan mending terlambat daripada celaka.Waktu sebagai satu-satunya hal yang tak akan pernah bisa dikembalikan. Itu benar adanya, karena saat telah terjadi kecelakaan, waktu tak akan dapat diputar kembali. Namun, tetap harus digarisbawahi bahwa tepat waktu itu yang terbaik. Tepat waktu menunjukkan kedisiplinan. Kedisiplinan berbanding lurus dengan prediksi dan persiapan yang dilakukan. Jadilah disiplin dengan prediksi yang matang, bukan disiplin karena terburu-buru.

Monday, 16 November 2015

PENTINGNYA LEMBAGA SEKOLAH BAGI FRESH GRADUATE SARJANA PENDIDIKAN

Menurut data dari salah satu jurnal ilmiah, jumlah lulusan pendidikan perguruan tinggi meningkat 100% dalam kurun waktu sepuluh tahun terkahir (2000-2010). Hal itu tentu membuktikan tingginya minat pendidikan tinggi di Indonesia. Sayangnya kondisi ini timpang dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.

Pekerjaan merupakan salah satu tujuan mengenyam pendidikan tinggi, termasuk pilihan dan hak seseorang sepenuhnya. Banyak lulusan perguruan tinggi negeri/swasta (PTN/S) yang terkadang terpaksa bekerja tidak sesuai dengan bidangnya. Salah satu faktor penyebab ialah konsep pengangguran terdidik.

Secara teoritis, pengangguran terdidik ialah lulusan perguruan tinggi yang tidak memiliki pekerjaan/tidak bekerja. Kondisi yang demikian tentu semakin memberatkan kondisi psikologis para fresh graduate, sehingga pertimbangan kesesuaian ijazah dengan pekerjaan tak terlalu dipermasalahkan.

Kondisi itu juga dialami oleh fresh graduate PTN/PTS yang memilih dunia pendidikan sebagai studinya. Tak semua lulusan sarjana pendidikan memilih pekerjaan sesuai dengan ijazah. Banyak faktor sebenarnya yang memengaruhi, diantaranya pendapatan yang lebih tinggi di dunia non kependidikan, jumlah sekolah yang tak seimbang dengan jumlah lulusan pendidikan guru, dan masih banyak yang lainnya.

Sekolah bukan satu-satunya lembaga yang berkaitan dengan sarjana pendidikan. Perlu diketahui bahwa pertumbuhan jumlah sekolah tidak sesubur pertumbuhan lembaga bimbingan belajar. pertumbuhan pesat lembaga bimbingan belajar tentu memberikan angin segar para fresh graduate pendidikan guru. Lembaga bimbingan belajar membantu menyerap tenaga guru yang tergolong fresh graduate.

Suasana kelas bimbingan belajar
Secara finansial, fee yang di dapatkan tentor bimbingan belajar tergolong tinggi, yakni kisaran 25-40rb untuk tiap pertemuan klasikal dan 40-100rb untuk belajar privat (besaran fee dipengaruhi kota lokasi bimbel dan jenjang pendidikan siswa). Jika dibandingkan dengan fee yang diperoleh disekolah, tentu lebih menjanjikan bekerja di bimbel. Namun, bukan berarti para tentor bimbingan belajar harus duduk manis dengan pendapatan besar. Mengapa demikian?

Terdapat perbedaan target antara pendidikan sekolah dan bimbingan belajar. Dalam bimbingan belajar umumnya hanya berorientasi pada hasil akhir berupa skor/nilai. Hal itu dapat dibuktikan dari banyaknya promosi bimbingan belajar umumnya mencantumkan prestasi-prestasi siswanya. Kondisi ini berbeda drastis saat guru mengajar di sekolah.Selain mengejar target hasil akhir, sekolah juga mengejar target kurikulum. Pencapaian target kurikulum disesuaikan dengan kurikulum yang sedang atau akan diberlakukan.
Bimbingan Teknis impelementasi kurikulum guru

Kurikulum yang saat ini sebagian telah dilaksanakan dan direncanakan diterapkan secara menyeluruh ialah Kurikulum 2013. Terdapat empat kompetensi yang harus dicapai dalam kurikulum 2013 diantaranya: spiritual, sosial, kognitif dan keterampilan. Agar tercapai kompetensi tersebut guru perlu meningkatkan pemahaman dan memelajari bagaimana cara-cara menerapkannya dalam bidang ilmu masing-masing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penataran guru  baik bimbingan teknis, workshop, pelatihan dll.

Sebenarnya, baik bimbingan belajar dan lembaga sekolah, keduanya pernah melakukan penataran guna meningkatkan kinerja tenaga pendidik. Perbedaannya, lembaga bimbel umumnya melakukan pelatihan bukan untuk mencapai target kurikulum. Meskipun telah mengajar dibanyak lembaga bimbel dengan pendapatan relatif tinggi, fresh graduate sarjana pendidikan harus tetap mencari lembaga sekolah untuk mengembangkan potensi kependidikannya.

Anggapan mengajar harus sesuai bidang ilmu perlu dikesampingkan. Memang, terkadang guru baru mengajar mata pelajaran yang  bukan bidangnya, atau bahkan lintas jenjang (Pendidikan Geografi mengajar SD ). Namun setidaknya guru fresh graduate tersebut turut serta dalam pelatihan-pelatihan dinas yang meningkatkan kemampuan pedagogik tenaga pendidik.

Rujukan
Public Disclosure Authorized. 2014. Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia: Seberapa Responsif Terhadap Pasar Kerja? (Online: http://www-wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2014/07/15/000442464_20140715133610/Rendered/PDF/892220BRI00P120abor0Market0May02014.pdf, diakses pada 17 November 2015)

Sumber gambar:
www.quin.web.id
kalsel.kemenag.go.id

Popular Posts

Recent Posts

Sahabat Pendidikan

Text Widget

Unordered List

Sahabat Pendidikan

Powered by Blogger.