Berpikir tingkat tinggi, materi real geografi, dan kependidikan.

Wednesday 30 December 2015

KOMBINASI PEMBELAJARAN GEOGRAFI MATERI ATMOSFER (HUJAN ES) DAN SUDUT PANDANG KERUANGAN

Hujan dipelajari dalam materi geografi kelas X. Apa yang dipelajari secara umum sangat teoritis terkait jenis-jenis hujan yang sangat identik dengan ilmu bantu geografi, Agar menuntaskan pembelajaran geografi dan membuat materi lebih menarik, maka perlu menyisipkan pendekatan keruangan saat memelajarinya.

Pendekatan keruangan menitikberatkan pada pengaruh ruang terhadap kehidupan, salah satunya terhadap fenomena geosfer. Memelajari penyebab sebuah fenomena terjadi di suatu wilayah namun tidak di wilayah lain. Hujan es misalnya, yang secara teoritis  terbagi menjadi salju dan bongkah. Keduanya terjadi di wilayah/ruang yang berbeda.

Hujan es bongkah umum terjadi di kawasan tropis (lintang rendah), sedangkan hujan es salju umum terjadi di kawasan subtropis dan kutub (lintang sedang dan lintang tinggi). Hujan es bongkah tak akan terjadi di kawasan lintang sedang dan tinggi, sebaliknya takkan pernah terjadi pula hujan salju di kawasan lintang rendah. Mengapa demikian?

Perbedaan fenomena geosfer terkait hujan es salju dan bongkah, apa kaitannya dengan pendekatan keruangan?
Sebelum lebih jauh membahas penyebabnya, guru perlu menekankan bahwa hujan es (salju maupun bongkah) terjadi akibat kondensasi di bawah titik beku air/kurang dari nol derajat. Setelah peserta didik memahaminya, guru menuntaskan pembelajaran geografi dengan menyisipkan pendekatan keruangan dalam fenomena tersebut.

Menurut kartografi, ruang di permukaan bumi terbagi menjadi tiga, yaitu lintang rendah, sedang dan tinggi. Perbedaan signifikan antara ketiga wilayah tersebut ialah intensitas matahari yang diterima.

Selanjutnya, guru menjelaskan bahwa penyebab utama  penyebab hujan salju dan bongkah es ialah perbedaan wilayah yang berakibat pada perbedaan intensitas matahari. Hujan es terjadi di lintang sedang dan tinggi, karena kondensasi di bawah nol derajat akibat rendahnya intensitas matahari, sehingga hujan es yang terbentuk cenderung  berbutir kecil (salju).
Penyebab utama perbedaan ukuran butir hujan es di kawasan lintang rendah, dan lintang sedang dan tinggi
Sebaliknya, hujan es di lintang rendah karena kondensasi di bawah nol bukan akibat rendahnya intensitas matahari, melainkan akibat kondensasi di wilayah troposfer bagian atas. Semakin tinggi kawasan atmosfer semakin rendah suhunya. Kondensasi yang demikian menyebabkan hujan es yang terbentuk berukuran butir lebih besar (bongkah).

Demikian semoga dapat diterapkan dalam pembelajaran dan bermanfaat.

Wednesday 23 December 2015

MENYISIPKAN KONTEKSTUAL GEOGRAFI MELALUI "GEOGRAPHY EYE"

Geography Eye, sebuah sudut pandang khas geografi yang menitikberatkan pada pengaruh ruang terhadap banyak hal. Istilah ini pertama kali saya ketahui dari pidato Prof. Dr. Edy Purwanto, M.Pd yang menyatakan bahwa hal itu dapat diperkenalkan kepada peserta didik sejak jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Baca:Pembelajaran Bermakna Geografi Prof. Dr. Edy Purwanto, M.Pd).

Space (ruang) salah satu tombol di keyboard yang berpengaruh besar dalam dunia menulis,
Lalu, bagaimana pengaruh ruang bagi kehidupan?

Geography Eye kembali ditekankan dalam pidato  profesor lain. Beliau ialah Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, M.S pakar geografi pariwisata dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Beliau merinci  tentang geography eye yang dapat memengaruhi kecerdasan keruangan (Spatial Intelegent). Spatial intelegent sangat terkait dengan kehidupan manusia yang tak lepas dari satuan tempat/ruang.

Ruang ternyata memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan. Prof. Hj Enok, mencontohkan hal sederhana penerapan spatial intelegent ialah saat orang menentukan tempat berbelanja (supermarket/pasar tradisional). Dari hal itu saja banyak pengaruh yang ditimbulkan. Seseorang pasti memiliki alasan yang berbeda-beda menentukan pilihan tempat untuk berbelanja.

Puspa Agro Pasar tradisional terpadu bernuansa modern
sumber gambar:www.flickr.com
Pengaruh kecerdasan keruangan dapat menyinggung bidang ekonomi masyarakat. Seseorang yang berkemampuan finanasial tinggi secara umum akan memilih berbelanja di super/hypermarket karena dianggap lebih berkualitas, tertata dan lebih bersih. Kondisi tersebut akan  menggeser fungsi pasar tradisional sebagai tempat penjualan hasil bumi petani lokal. Jika hal ini terus dibiarkan akan sangat berpotensi merugikan mereka. Pemerintah pun mulai melakukan penataan pasar tradisional menjadi puspa agro, agar pasar tradisional tak kalah bersaing. Salah satu contohnya ialah puspa agro di kawasan  Sidoarjo Jawa Timur. Kondisi yang kompleks ini sangat mungkin diakibatkan oleh sudut pandang dan kecerdasan keruangan.

Sebuah contoh sederhana yang sangat menarik jika dikaitkan dengan keruangan geografi. Keruangan tentu tak hanya terkait memilih tempat berbelanja. Membangun rumah, membuka industri,dan masih banyak hal lain yang terkait dengan keruangan. Oleh karena itu, akan lebih menarik jika para guru menyampaikan sudut pandang khas geografi keruangan yang berkaitan erat dengan kecerdasan keruangan, sebagai pembeda bidang geografi dengan ilmu lain.

Sunday 20 December 2015

FUNGSI AKADEMIK SEKOLAH BAGI PESERTA DIDIK, SUDAHKAH SEMUANYA TERLKASANA?

Sekolah, sebuah tempat untuk pendidikan formal ternyata memiliki beberapa fungsi. Jika menengok ke belakang, belasan hingga puluhan tahun lalu, tentu kita akan mengenang masa-masa sekolah yang mungkin waktu itu terkadang terasa sangat membebani.

Secara umum, pendidikan sekolah kita alami sejak TK hingga SMA yang memakan waktu sekitar 14 tahun. Tentu banyak hal yang kita dapatkan di sana, lebih dari sekadar ilmu, pengamalaman-pengalaman menarik juga sambung menyambung terjadi dan beberapa diantaranya mungkin akan selalu terkenang. Namun apa yang akan kita bahas kali ini hanya fungsi terkait bidang-bidang akademis. Apa saja pengalaman akademis yang mungkin dialami peserta didik di sekolah? Berikut beberapa ulasannya.

1. Mencapai nilai untuk jenjang lebih tinggi
Setiap orang tua pasti mengiginkan anaknya berprestasi. Prestasi anak diukur berdasarkan nilai-nilai yang ia peroleh. Nilai yang baik akan membawa seorang anak pada peringkat kelas atau bahkan peringkat umum dalam  kelas paralel yang pastinya membanggakan orang tua. Selanjutnya nilai-nilai tersebut dapat dipergunakan untuk pengambilan keputusan kenaikan kelas atau mendaftar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (pendaftaran SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi).

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu menyaratkan nilai minimum
sumber gambar:palembangnews.com

Selalu ada persyaratan nilai-nilai minimum untuk hal itu. Beberapa lembaga pendidikan mungkin menelan mentah-mentah nilai yang tercantum di raport, namun beberapa lainnya hanya menggunakan nilai raport sebagai prasyarat sebelum calon peserta didik mengikuti tes lanjutan.

2. Generalisasi dan spesifikasi ilmu pengetahuan
Generalisasi ilmu pengetahuan dialami oleh peserta didik sejak awal Sekolah Menengah Pertama (SMP). Beberapa mata pelajaran di jenjang sekolah dasar mengalami perluasan, diantaranya IPA terbagi menjadi tiga yaitu Fisika, Biologi, dan Kimia. Kebanyakan orang mungkin mengangap hal tersebut lebih spesifik, karena peserta didik memelajari mata pelajaran lebih detail dan terperinci.

Spesifikasi bidang ilmu yang lain menunjuk pada apa yang dipelajari peserta didik semakin mengerucut. Hal mereka alami saat menginjakkan kaki di jenjang SMA/sederajat yang sering kita sebut sebagai penjurusan.  Era sebelum K-13 mulai diberlakukan, penjurusan umum dilakukan sejak kelas 2 SMA (sekarang XI SMA). Namun, sejak K-13 berlaku, penjurusan dilakukan sejak kelas X SMA sederajat. Malah penjurusan telah lama dilakukan di sekolah-sekolah kejuruan. Setelah dilakukan penjurusan, maka jumlah mata pelajaran yang dipelajari tentu akan berkurang.

3. Mengembangkan pengetahuan berdasarkan minat dan kemampuan
Beberapa peserta didik pasti menyukai mata pelajaran tertentu. Minat dan kemampuan dapat diidentifikasi melalui nilai-nilai yang diperoleh menurut beberapa hasil ulangan yang pernah dilakukan. Tak cukup itu, minat juga dapat dilihat dari keantusiasan peserta didik terlibat dalam pembelajaran yang terukur dari keaktifannya.

Keikutertaan peserta didik dalam olimpiade sains menunjukkan minat dan kemampuan dalam bidang tertentu
sumber gambar:www.republika.co.id
Identifikasi yang tepat tak lepas dari peran guru BK dan bidang mata pelajaran terkait. Jika guru dapat mengindentifikasi dengan baik, maka peserta didik dapat diikutsertakan dalam lomba-lomba dan olimpiade akademis. Peserta didik yang demikian, umumnya akan memilih bidang tersebut menjadi pilihan jurusan di pendidikan tinggi.

4. Mengembangkan kemampuan berpikir
Sekolah sangat mungkin digunakan untuk mengasah otak. Mengasah otak tidak hanya tentang menghafal, lebih dari itu saat pembelajaran dapat disisipkan  berpikir analitis, evaluatif dan kreatif (tingkat tinggi). Semua mata pelajaran dapat diterapkan jenis kemampuan berpikir tersebut. Dengan berpikir tingkat tinggi, mata pelajaran akan mengalami penambahan fungsi dari sebuah objek pembelajaran menjadi bantuan untuk berpikir nalar. Berikut beberapa contohnya.
a. Mengapa di lereng erosi terjadi semakin besar? (mengaitkan kemiringan lereng dan erosi, kemampuan analisis mata pelajaran Geografi)
b. Dari bahan: 3 bola lampu, kabel, dan dua baterai, gambarlah rangkaian listrik paralel/seri/ campuran! (kemampuan sintesa/mengkreasi mata pelajaran Fisika)
c. Jelaskan pengaruh jumlah kulit dan jumlah elektron terhadap ukuran jari-jari atom! (mengaitkan jumlah kulit dan elektron terhadap ukuran jari-jari atom. Kemampuan analisis mata pelajaran Kimia).
d. Mengapa tidak pernah dilakukan konser musik jazz di luar ruangan/outdoor? (kemampuan menilai/evaluasi mata pelajaran Kesenian).
e. Sesuaikah pendapat C.F. Strong tentang negara kesatuan dengan kondisi nyata di Indonesia? Jelaskan! (menilai kesesuaian pendapat ahli dengan kondisi nyata, kemampuan evaluasi mata pelajaran PPKn)
f. Mengapa fosil manusia purba umumnya ditemukan di sekitar sungai? (mengaitkan kehidupan manusia purba dan keberadaan sungai, kemampuan analisa mata pelajaran Sejarah).
g. Jelaskan minimal 2 penyebab orang lebih suka menyimpan uang dalam bentuk giral dibanding kartal (mengaitkan jenis uang terhadap kemudahan-kemudahan yang diperoleh manusia, kemampuan analisis mata pelajaran Ekonomi)
h. Mengapa lubang net badminton berlubang lebih kecil dibanding bola voli? (mengaitkan ukuran bola dalam cabang olahraga dan ukuran lubang net, kemampuan analisa mata pelajaran Penjasorkes)

Mengapa konser musik jazz selalu didalam ruangan/indoor?
sumber gambar:jogjareview.net
Tak semua mata pelajaran disukai dan dianggap mudah oleh peserta didik. Saat peserta didik melabel sebuah mata pelajaran dengan hal negatif (sulit/membosankan), maka sejak saat itu pula akan menjadi sebuah kenyataan. Fungsi poin 3 dan 4 sangat terkait. Saat mata pelajaran berlangsung guru perlu mencantumkan soal spesifikasi bidang untuk peminat mata pelajaran dan berpikir tingkat tinggi untuk peserta didik nonpeminat. Kenyataannya menjawab soal berpikir tingkat tinggi tidaklah terlalu sulit. Coba terapkan contoh-contoh pertanyaan di atas, saya yakin banyak peserta didik mampu menjawab dengan baik.

Manakah dari keempat fungsi tersebut yang pernah Anda alami ketika bersekolah dulu? Atau manakah fungsi yang sudah Anda terapkan dalam pembelajaran di sekolah? Mari kita introspeksi diri guna melengkapi fungsi-fungsi yang mungkin belum terakomodir. Agar menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan lebh berkualitas.

Sangat mungkin terdapat fungsi akademis sekolah bagi peserta didik yang belum tercantum. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan. Terimakasih semoga bermanfaat.

Saturday 19 December 2015

MENGGEOGRAFIKAN ILMU BANTU DEMOGRAFI, PERHITUNGAN KEPADATAN PENDUDUK

Pada postingan sebelumnya telah kita bahas mengenai problematika pembelajaran geografi. Permasalahan tersebut terkait belum tuntasnya pembelajaran yang disampaikan dalam buku-buku teks geografi. Salah satu contoh ialah saat peserta didik memelajari materi antroposfer.

Antroposfer sebagai lapisan kehidupan manusia memiliki materi kompleks. Salah satunya tentang perhitungan kepadatan penduduk suatu wilayah. jika pembelajaran terhenti setelahnya, maka dapat lebih tepat dikatakan sebagai pembelajaran demografi (ilmu bantu), belum geografi.

Berpijak pada hasil penelitian Prof. Dr. Edy Purwanto, M.Pd (baca:Problematika Pembelajaran Geografi), salah satu syarat agar dapat dikatakan pembelajaran geografi ialah bagaimana memanfaatkan ilmu bantu. Peserta didik tak hanya memelajari ilmu bantu, tetapi juga tahu apa manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Karena setiap pengetahuan dan ilmu yang dipelajari pasti mengandung kemanfaatan bagi kehidupan. Contoh lainnya terkait sudut pandang keruangan geografi materi keunikan fisik manusia (baca:Keunikan Fisik ManusiaGeography Eye)

Kepadatan penduduk aritmatik didefinisikan sebagai perbandingan jumlah penduduk dan luas wilayah. Untuk mengkonversi ilmu bantu menjadi pembelajaran geografi guru perlu berpikir logis sederhana, misalnya untuk keperluan apa kepadatan penduduk diperhitungkan. Sebagai contoh, terdapat dua daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang berbeda, pasti memiliki manfaat yang berbeda pula.

Wilayah dengan Kepadatan Penduduk Tinggi
Sumber:wikimapia.com

Wilayah dengan Kepadatan Penduduk Rendah
Sumber:wikimapia.com

Wilayah A kepadatan tinggi, dan B sebaliknya. Maka dapat dipastikan bahwa daerah kepadatan rendah dapat dijadikan sebagai tujuan transmigrasi, dan kepadatan penduduk tinggi sebagai daerah asalnya. Jadi salah satu manfaat menghitung kepadatan penduduk ialah digunakan sebagai penentu daerah asal dan tujuan transmigrasi. Tidak terlalu sulit bukan?

Rumus demografi kepadatan penduduk membantu geografi mengkaji kependudukan

Mengetahui manfaat apa yang telah dipelajari diharapkan dapat memunculkan pembelajaran bermakna. Selain pembelajaran bermakna, pemanfaatan ilmu bantu juga dapat memunculkan soal berpikir tingkat tinggi. Perhatikan soal berikut!

1. Wilayah M memiliki luas wilayah 50 km dengan jumlah penduduk sekitar 5.000 jiwa. Sedangkan Wilayah N memiliki luas 55 km dengan jumlah penduduk 16.500 jiwa. Tentukan:
a. Kepadatan penduduk aritmatik wilayah masing-masing!
b. Lahan yang memiliki harga lebih mahal!
c.  Wilayah yang dijadikan daerah asal dan tujuan transmigrasi!

Soal a menuntut siswa mampu menghitung kepadatan penduduk suatu wilayah (memelajari ilmu bantu kependudukan demografi), sedangkan b dan c memelajari manfaat ilmu bantu. Contoh soal b, menuntut siswa mengaitkan kelangkaan (teori ekonomi) dan harga lahan menurut hasil perhitungan soal a (kemampuan analisa), dan soal c menuntut peserta didik menilai wilayah yang tepat dijadikan asal dan tujuan transmigrasi berdasarkan jawaban a (kemampuan evaluasi).
Buku teks yang ada bukanlah salah, namun lebih dikatakan kurang lengkap. Oleh karena itu, mari para guru geografi sedikit menyumbangkan pikiran kita guna menuntaskan pembelajaran geografi. Pembelajaran geografi yang tuntas pasti akan lebih menarik. Bayangkan saja jika seseorang diminta untuk membeli sebuah benda, namun tak tau bagaimana memanfaatkannya. Pun demikian dengan peserta didik, sangat dikhawatirkan timbul kebosanan jika hanya menghitung, menghitung dan menghitung, namun mereka tak tahu apa manfaatnya.

Substansi apa yang kita bahas kali sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari Bapak/Ibu guru yang lain sangat kami harapkan. Terimakasih semoga bermanfaaat.

Friday 18 December 2015

BERPIKIR ANALITIS MATA PELAJARAN KIMIA

materi jari-jari atom KIMIA kelas X SMA/sederajat

Paradigma pendidikan mengalami pergeseran dari guru mengajar menjadi membelajarkan. Pergeseran paradigma ini mengubah fungsi guru sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Tak cukup pergeseran paradigma, usaha memajukan pendidikan Indonesia juga ditunjang oleh perubahan kurikulum.

Perubahan kurikulum, menuntut guru semakin kreatif membelajarkan peserta didik. Kurikulum baru memiliki empat kompetensi yang harus dikuasai peserta didik, kompetensi keterampilan misalnya. Salah satu cara memenuhi kompetensi ini ialah menghadirkan materi yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi. Bagaimana menghadirkan materi berpikir tingkat tinggi saat pembelajaran?

Penyajian Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dapat diterapkan sebagai upaya mengatasinya. Beberapa kali telah saya posting contoh-contoh lembar kerja yang menuntut peserta didik berpikir tingkat tinggi.

Sebenarnya tak terlalu sulit menghadirkan LKPD tuntutan analisa dalam pembelajaran. Karena analisa dapat dilakukan dengan mencantumkan materi mengandung hubungan sebab akibat. Namun, materi yang demikian biasanya dijelaskan secara langsung oleh guru.

Perhatikan ilustrasi berikut
Ilustrasi 1

"Terdapat dua cara menentukan jari-jari atom, yaitu:(1) Menetukan jumlah kulit, semakin banyak jumlah kulit, maka semakin besar jari-jari atom. Bagaimana menentukan jari-jari atom dua unsur yang memiliki jumlah kulit sama? (2) Jika membandingkan dua unsur yang memiliki jumlah kulit sama, maka jari-jari atom ditentukan oleh jumlah elektron. Semakin banyak elektron, semakin kuat gaya  tarik inti, sehingga jari-jari semakin kecil. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah elektron, gaya tarik inti semakin lemah, sehingga jari-jari semakin besar."


Ilustrasi 2,
Perhatikan tabel berikut!
Tabel analisa perbandingan jari-jari atom dalam LKPD

Tabel analisa perbandingan jari-jari atom setelah diisi peserta didik


Ilustrasi 1 menggambarkan penyampaian/penjelasan  guru secara langsung cara menentukan perbandingan jari-jari atom dua unsur. Kalimat yang bergaris bawah mengandung hubungan sebab akibat, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen berpikir analitis. Sedangkan ilustrasi dua sebaliknya, peserta didik dituntut mengisi tabel, kemudian  digunakan sebagai pembanding jari-jari atom dua unsur.

Terdapat tiga tuntutan dalam ilustrasi 2, diantaranya:
1. Menekankan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran.
2. Peserta didik menggali, menemukan dan menyimpulkan apa yang telah dipelajari terkait materi perbandingan jari-jari atom. (discovery learning)
3. Proses berpikir analisa (mengaitkan jumlah kulit, jumlah elektron, gaya tarik inti, dan jari-jari atom) yang merupakan berpikir tingkat tinggi.

Cara manakah yang Anda pilih seandainya menjadi guru kimia? Tulisan ini masih jauh dari sempurna. Perlu banyak tambahan apabila terdapat kekurangan dan beberapa kesalahan penulisan/materi. Oleh karena itu, saran dari ahli pendidik dan pendidik mata pelajaran terkait sangat kami harapkan. Semoga bermanfaat, terimakasih.:)

Tuesday 15 December 2015

MELIBATKAN PERTANYAAN BERTINGKAT DALAM SOAL EVALUASI PEMBELAJARAN GEOGRAFI

Tingkatan berpikir manusia terbagi menjadi 6. Secara urut dari tingkatan terendah yaitu: (1) Mengingat; (2) Memahami; (3) Menerapkan; (4) Menganalisis; (5) Mengevaluasi; dan (6) Mencipta. (Taksonomi Bloom).

Menurut teori tersebut, mengingat/menghafal merupakan kemampuan terendah. Namun, mengapa seolah sulit dilakukan? Perhatikan Ilustrasi berikut!
Ilustrasi 1: Santri dengan mudah menghafal Q.S. Al-Kautsar, namun bagaimana jika yang dihafalkan seluruh isi Al-Qur'an?
Ilustrasi 2: Siswa mudah menghafal salah satu materi mata pelajaran, namun bagaimana jika yang dihafalkan  seluruh bab atau bahkan seluruh mata pelajaran?

Apa yang dapat Anda simpulkan dari kedua ilustrasi di atas? Ya, menghafal sulit dilakukan karena akumulasi/jumlah yang terlalu banyak. Seandainya yang dihafal sedikit, menghafal bukanlah hal yang sulit dilakukan. Kenyatannya, pertanyaan mengingat umumnya dominan dalam evaluasi pembelajaran. Termasuk dalam soal Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Geografi.

Namun, selain memunculkan soal mengingat, dalam UN geografi masih terdapat pertanyaan dari tingkat 1 hingga 5. berikut akan diberikan beberapa contohnya.
soal UN geografi 2014 tuntutan mengingat 

soal UN geografi 2014 tuntutan memahami
soal UN geografi 2014 tuntutan penerapan
soal UN geografi 2014 tuntutan analisa
soal UN geografi 2014 tuntutan evaluasi
Manakah jenis soal yang paling sulit dijawab menurut peserta didik? Pertanyaan tingkat tinggi (analisa, evaluasi) justru seolah sangat mudah dijawab oleh peserta didik. Namun, memang itulah jenis pertanyaan yang berkualitas dan melatih kemampuan berpikir. 

Dominasi soal tuntutan menghafal, sebaiknya dikurangi, karena selain tingkatan berpikir terendah, menghafal juga hanya akan membebani peserta didik. Seandainya peserta didik mampu menghafal semua materi dan mapel,  umumnya setelah beberapa hari akan terlupakan begitu saja. Terlebih lagi, kemampuan menghafal saat ini telah dijadikan tolok ukur kepandaian peserta didik. Hal itu jelas bertentangan dengan taksonomi bloom. 

Mari sebagai guru, membiasakan minimal mencantumkan 20-30% soal yang menuntut peserta didik berpikir tingkat tinggi dalam soal-soal tes tulis. Agar meningkatkan kemampuan berpikir mereka, dan menunjang peningkatan sumberdaya manusia Indonesia generasi penerus bangsa.

MATERI PEMBELAJARAN UANG TAK HANYA SOAL MENGHITUNG?

Dalam dunia pendidikan, materi tentang uang telah disisip dan diperkenalkan sejak jenjang Sekolah Dasar kelas III. Lalu dipelajari lagi dalam aritmatika sosial pada jenjang SMP. Materi bab tentang uang memang bersifat sangat aplikatif, karena uang tak pernah lepas dari kehidupan manusia.

Pada jenjang SD, peserta didik diperkenalkan dengan beberapa jenis uang logam dan uang kertas, kemudian dituntut untuk mampu menghitung nilai uang dengan pecahan yang berbeda-beda. Sedangkan pada jenjang SMP, aritmatika sosial menekankan pada perhitungan untung/rugi, rabat dan bunga dari yang sederhana hingga yang paling kompleks. Sangat aplikatif memang, lantas apa sebatas itu materi tentang uang dapat kita sampaikan kepada peserta didik?

Selembar uang ternyata dapat memunculkan pertanyaan dengan banyak tuntutan berpikir. dari tingkatan terendah hingga tertinggi sekalipun. Bahkan memunculkan pertanyaan yang bersifat terbuka/open minded (baca:memunculkan soal open minded dalm evaluasi pembelajaran). Bagaimana caranya?

 Uang dapat memunculkan banyak pertanyaan tingkat rendah hingga tingkat tinggi
1. Siapakah pahlawan yang tercantum pada pecahan uang Rp 2.000,00? (mengingat)
2. Ibu akan memberi uang kepadamu sebesar Rp 10.000,00. dengan pilihan selembar uang Rp 10.000,00/2 lembar Rp 5.000,00/5 lembar Rp 2.000,00/10 lembar Rp 1.000,00/20 keping Rp 500,00.
a. Pecahan mana yang akan kamu pilih? 
b. Jelaskan alasan kamu memilih pecahan tersebut! (Deskripsi)
3. Seorang anak  pergi ke lapangan untuk bermain sepak bola. Ia membawa uang Rp 2.000,00 masing-masin selembar uang kertasdan sekeping uang logam Rp 1.000,00.
a. Seandainya keduanya dimasukkan di saku, jenis uang manakah yang lebih mudah terjatuh?
b. Seandainya kedua uang itu terjatuh di lapangan, jenis uang manakah yang lebih mudah ditemukan? (kemampuan Evaluasi)
4. Mengapa umumnya para pedagang lebih membutuhkan uang pecahan kecil?(analisa)
5. Seorang anak ingin membeli alat-alat tulis untuk kebutuhan sekolahnya. Ia membawa Rp 30.000,00. Berikut harga satuan alat-alat tulis tersebut.
Pensil
Rp 2.000,00
Buku tulis
Rp 2.500,00
Kotak Pensil
Rp 15.000,00
Bolpoin
Rp 3.000,00
Penghapus
Rp 1.000,00
Alat tulis apa sajakah yang mungkin bisa dibeli berdasarkan jumlah uang yang dimiliki anak tersebut? buat daftar pembeliannya! (Open minded)

Soal pertama hanya menuntut peserta didik mengingat, sedangkan no. 2-5 merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Soal no. 2 menuntut siswa mampu mendeskripsikan penyebab/alasan pemilihan pecahan mata uang. Soal no.3 menilai bentuk uang (kertas dan logam) yang lebih mudah terjatuh dan ditemukan, no. 4 mengaitkan pecahan mata uang dengan aktivitas dan kebutuhan pedagang, dan no. 5 menuntut peserta didik kreatif menyusun daftar pembelian menurut harga tercantum berdasar uang yang dimiliki.

Silahkan coba diterapkan pada peserta didik, dan jangan terkejut dengan jawaban mereka. Terimakasih semoga bermanfaat.



Saturday 12 December 2015

EROSI DAN INFRASTRUKTUR PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL GEOGRAFI (BAG I)

Sebuah hal menarik saya dapatkan ketika mengikuti Bimtek K-13 di lingkungan Kemenag Kabupaten Mojokerto. Khamim Thohari seorang narasumber, begelar master yang beliau jalani di Deakin University Melbourne Australia. Secara personal beliau menginformasikan bahwa ilmu terbagi menjadi dua garis besar, yakni ilmu terapan dan ilmu alat.

Apa bedanya? Ilmu alat menunjuk pada sebuah pengetahuan yang harus dikombinasikan dengan ilmu lain agar bersifat aplikatif. Sebaliknya ilmu terapan dapat diaplikasikan secara langsung. Dimana posisi geografi? Apa yang dipelajari dalam geografi sangat aplikatif sehingga  dapat dikategorikan dalam ilmu terapan.

Aplikasi ilmu pengetahuan diharapkan dapat meningkatkan motivasi peserta didik, karena hal itu membuktikan bahwa apa yang telah mereka pelajari terkait erat dan bermanfaat bagi kehidupan. Lantas bagaimana menghadirkan materi yang aplikatif? Salah satunya dengan menghadirkan media saat pembelajaran.

Media memiliki peranan penting dalam pembelajaran, termasuk mata pelajaran geografi. Media gambar geografi tersedia melimpah dalam kehidupan sehari-hari (Baca:Guru Geografi Peka Alam). Menurut fungsinya, Prof. Edy Purwanto fungsi tertinggi media ialah mampu meningkatkan pemahaman peserta didik.

Apa yang akan kita bahas merupakan contoh media yang meningkatkan pemahaman. Selain itu media gambar yang tersaji juga membantu mengkontekstualkan materi erosi yang dipelajari pada kompetensi dasar dinamika litosfer dan pedosfer. Selama ini apa yang dipelajari siswa terkait erosi sangat teoritis, berisi tentang jenis-jenis erosi (jenis erosi: parit, alur dan lembar) dan pemecahan masalah (reboisasi, terasiring, penanaman berdasar kontur, dll). Lebih dari itu ternyata erosi berpengaruh besar terhadap kondisi dan aktivitas pembangunan infrastruktur.

Gambar 1. Kondisi tanah uruk fly over tanpa rumput penutup
Gambar 2. Tanah taktertutup rumput hampir ambles karena tergerus air

Tanah uruk lazim dijadikan pondasi fly over. Gambar di atas jelas mendeskripsikan terjadinya erosi pada tanah uruk.  Umumnya saat fly over siap dioperasikan pondasi akan ditanami rumput penutup sebagai pencegah erosi. Seandainya tanpa rumput penutup, dipastikan pondasi akan terserang erosi besar-besaran. Akibatnya terjadi pelapukan tanah hingga penurunan kekuatan pondasi (lihat gambar 1 dan 2).

Lantas apa hanya sampai disana? Jika dibiarkan, tanah akan ambles, terjadi kerusakan, bahkan mungkin menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Berapa jumlah fly over di sebuah kabupaten, Provinsi atau Negara? Resiko berbanding lurus dengan jumlah fly over. Bisakah Anda bayangkan, berapa besar biaya untuk perbaikan dan klaim asuransi akibat kondisi yang demikian? Belum lagi trauma psikis yang dialami pengendara dan dampak-dampak yang lainnya, semua hanya karena proses erosi.

Demikian sedikit contoh mengenai menghadirkan materi kontekstual geografi. Selanjutnya, akan dibahas lebih lengkap pada bagian 2. Terimakasih semoga bermanfaat.

Wednesday 9 December 2015

KEDISPLINAN DUNIA SEKOLAH VS DUNIA NYATA

Sebuah petuah dari sang guru. "Disiplinlah nak!" Tak bosan-bosannya guru menyisipkan kalimat bernada serupa ketika waktu senggang pembelajaran, amanat upacara, atau acara-acara sekolah yang lain. Disiplin sebagai sikap ideal menghargai waktu dan menaati peraturan ternyata diterapkan pada banyak hal. Termasuk dalam implementasi KTSP dan Kurikulum 2013.

Mendekati tahun terakhir KTSP, kementerian pendidikan memberlakukan pendidikan karakter yang salah satunya menekankan sikap dan perilaku disiplin saat pembelajaran. Pun demikian, nilai-nilai kedisiplinan kembali ditekankan dalam implementasi K-13 kompetensi inti kemampuan sosial. Sebegitu pentingkah disiplin bagi peserta didik?

Masih teringat kuat, zaman SMP saya dulu (2002) dan SMA (2005), ketika mengikuti upacara dengan atribut kurang lengkap, guru meminta para siswa pelanggar, hormat kepada sang merah putih setelah upacara selesai. Datang terlambat skorsing tidak mengikuti pembelajaran dan berpanas-panas di lapangan sekolah, hingga tak mengerjakan PR, dihukum berlari mengelilingi lapangan.

Hukuman pelanggar disiplin dunia sekolah tak lebih dari rasa  malu dan lelah
sumber gambar: swaramanadonews.com
Disiplin di dunia sekolah berlawanan 180 derajat dengan penerapan disiplin dunia nyata. Lebih dari malu, rasa panas menyengat, dan  nafas terengah-engah karena mengelilingi lapangan. Dunia nyata menghukum berat pelanggar disiplin dengan hukuman mati.

Hukuman mati  peraturan perundang-undangan beberapa negara, dijatuhkan kepada narapidana pembunuhan berencana, pengedar narkoba, dan koruptor. Terlalu berlebihan memang jika orang dihukum mati hanya karena tidak disiplin. Namun memang itulah kenyataan yang terjadi. 

Masih ingatkah  Anda Tragedi Mina? (Ibadah Haji September 2015), memakan hampir 1000 korban jiwa yang menurut pemerintah Saudi diakibatkan pelanggaran kedisiplinan terkait jadwal dan jalur yang telah ditentukan sebelumnya. Belum usai duka tragedi Mina, ketidakdisplinan kembali merenggut nyawa. Sebuah metromini tertabrak KRL di Ibukota karena menerobos palang pintu. Banyak warga yang geram oleh ulah sopir metro mini tersebut. Sangat disayangkan hilangnya banyak nyawa hanya diakibatkan seorang peanggar disiplin. Lantas apakah geram dapat mencegah terjadi masalah yang sama dikemudian hari?

Korban tragedi Mina September 2015  mencapai hampir 1000 jiwa
sumber gambar: http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/09/150925_dunia_raja_keamanan_haji
Sekolah sebagai tempat peserta didik menghabiskan waktu hampir sepertiga hari, menjadi sangat strategis untuk menanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini. Penanaman nilai-nilai kedisiplinan dapat diterapkan dengan patuh peraturan saat atau diluar jam pembelajaran  Pembiasaan diharapkan mampu menggugah kesadaran peserta didik akan pentingnya disiplin yang bersifat jangka panjang. Guru juga perlu menyinggung dua kasus di atas sebagai penekanan pentingnya disiplin, dan peringatan keras terhadap pelanggar disiplin di dunia nyata.

Beberapa orang memang mampu mendisiplinkan diri sejak awal, namun beberapa lainnya justru disiplin setelah tahu sanksi berat yang harus diterima. Pengedar narkoba dan pembunuh berencana rata-rata dieksekusi mati lebih dari 5 tahun setelah vonis dijatuhkan.  Hal yang demikian tak berlaku bagi pelanggar disiplin. Bapak dan Ibu pendidik perlu menyampaikan dua kisah di atas kepada peserta didik bahwa hukuman terberat ketidaksiplinan ialah eksekusi mati saat itu juga. 

Tak heran jika K-13 memasukkan kompetensi inti sosial. Salah satunya menanamkan sikap dan perilaku disiplin ketika pembelajaran berlangsung. Tinggal bagaimana para guru mengimplementasikan hal itu. Semoga apa yang kita bahas dapat menggugah semangat guru menerap dan menyisipkan nilai-nilai sosial dalam pembelajaran guna mencetak generasi bangsa yang tak hanya pandai, tetapi juga pribadi disiplin dalam segala hal.

Monday 7 December 2015

PEMBELAJARAN BERMAKNA GEOGRAFI PROF. EDY PURWANTO

Bagaimana sebenarnya jati diri geografi? Menarik atau sebaliknya? Menyenangkan atau membebani? "Problematika Pembelajaran Geografi" sebuah temuan menarik yang patut dibaca oleh guru geografi Indonesia. Mungkin tak banyak yang tahu tentang Beliau dan membaca karyanya. Seorang Profesor bidang pendidikan Prof. Dr. Edy Purwanto, M.Pd berjasa besar dalam perbaikan nama geografi yang semakin terpuruk.

Pemecahan Problematika Pembelajaran Geografi Oleh Prof. Dr. Edy Purwanto, M.Pd
Sumber:library.um.ac.id
Mengapa geografi terpuruk? dalam benak peserta didik geografi merupakan mata pelajaran dengan tuntutan hafalan kompleks (jenis sungai, letusan, bentuk gunung api, jenis batuan, dll). Paradigma ini juga tertanam kuat dibenak para wali peserta didik, mungkin karena mereka juga mengalami pembelajaran geografi yang sama ketika masih duduk di bangku sekolah.

Lantas apa saja permasalahannya? Pembelajaran geografi saat ini tidak seutuhnya salah, namun lebih tepat dikatakan kurang lengkap/tuntas. Saat ini, materi dalam buku teks dan modul geografi didominasi oleh materi ilmu bantu geografi sehingga terkesan banyak konsep-konsep yang harus dihafal.

Sebuah analogi sederhana menggambarkan permasalahan itu. Saat peserta didik masuk dalam gedung besar bernama geografi, mereka tak bertemu tuan rumah secara langsung, hanya bertemu degan para pembantunya (Ilmu Bantu Geografi). Sehingga pembelajaran geografipun tak pernah tersampaikan secara utuh. Lalu bagaimana Geografi menurut Prof. Edy?
Dalam pidato pengukuhan guru besarnya, beliau menyampaikan setidaknya harus terdapat poin-poin  penting agar sebuah pembelajaran dapat dikatakan sebagai pembelajaran geografi, 3 diantaranya:

1. Sudut pandang geografi (Geography eye) yang menitikberatkan pengaruh ruang terhadap kehidupan. Salah satu contohnya ialah pengaruh kondisi alam terhadap ukuran tubuh manusia (Baca:Lembar Kerja Antroposfer Analisa).
2. Memelajari ilmu bantu dan pemanfaatannya, peserta didik tak hanya memelajari jenis dan karakteristik batu, tetapi juga bagaimana pemanfaatan batuan dikaitkan dengan sifat dan karakteristik batuan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Integrasi objek material dan objek formal dalam pembelajaran, menitikberatkan pada ketuntasan pembelajaran geografi. Sebagai contoh setelah memelajari jenis sungai, kemudian menganalisis mengapa bentuk sungai di suatu wialayah berbeda dengan wilayah lain (perbandingan bentuk sungai di Jawa cenderung lurus dan Kalimantan berkelok-kelok). Poin ini juga sudah sesuai dengan definisi geografi menurut seminar lokakarya IGI Semarang 1988, yaitu memelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer (objek material) melalui sudut pandang kewilayahan dan kelingkungan dalam konteks keruangan (objek formal).

Perbedaan Bentuk Sungai (Fenomena Geosfer)
Sumber:wikimapia.com
Sudahkah pembelajaran geografi kita sesuai dengan poin-poin tersebut? Jika jawaban Anda "ya" maka Anda sudah berada dijalur yang benar. Apa yang ditulis beliau sebenarnya tak hanya terkait 3 poin tersebut. Untuk membaca lebih lengkap pidato Beliau, silahkan mengunduh pada tautan di bawah ini:

Download pidato Prof. Edy Purwanto, M.Pd klik link berikut: Problematika Pembelajaran Geografi

Semoga bermanfaat dan mohon bantu share guna menggeser paradigma hafalan dan memperbaiki citra pembelajaran geografi.

APA YANG AKAN TERJADI SEANDAINYA BUMI DI POSISI VENUS ATAU MARS? (KOMPETENSI SPIRITUAL K-13)

Letak planet dalam sistem tata surya terhadap Matahari
Sumber gambar: iwanttohappierever.blogspot.com

Tata surya menjadi materi wajib pada jenjang kelas X SMA/sederajat. Materi ini bersifat sangat teoritis sehingga saya pun harus berpikir ekstra untuk mengintegrasikan kompetensi spiritual saat penyampaian kepada siswa. Namun, secara tak sengaja saya menonton acara ilmu pengetahuan di discovery channel, yang menggambarkan posisi bumi terhadap planet-planet lain di tata surya. Sungguh luar biasa letak bumi saat ini, sebuah anugerah yang tak ternilai dan sangat terkait dengan kompetensi spiritual.

Penyertaan kompetensi spiritual bukan soal memerintah anak untuk rajin beribadah, melainkan lebih menekankan pada penguatan keyakinan terhadap agama yang dianut dan rasa bersyukur kepada Allah S.W.T. dengan harapan hal itu semakin meningkatkan nilai ketaqwaan peserta didik. Bagaimana mengintegrasikannya dengan materi tata surya?

Titius-Bode dan deret angka jarak planet terhadap matahari
sumber gambar: plus.maths.org
Integrasi dapat dimulai dari mememlajari teori Titius-Bode. Menurut hukum deret Titius-Bode jarak planet dalam satuan astronomis (SA) antara lain: Merkurius:0,4; Venus:0,7; Bumi:1; Mars:1,6; Yupiter:2,8;Saturnus:5,2;Uranus:10; Neptunus:19,6 (1 SAsekitar 150 juta km).
Jarak bumi ternyata tidak terlalu dekat dan tidak pula terlalu jauh dari Matahari. Letak bumi pada urutan ke-3 jajaran planet tata surya memungkinkan air di planet kita dalam  tiga wujud, yaitu cair, padat, dan gas. Apa saja pengaruhnya?

Air dalam bentuk cair sering digunakan manusia untuk berbagai keperluan dan aktivitas. Tanpa air dalam bentuk cair, aktivitas manusia pasti terhambat. Air dalam bentuk padat (es) tak hanya untuk penyegar minuman. Lebih dari itu, wujud yang demikian (gletser) banyak ditemukan di dua kutub bumi (Kutub Utara dan Selatan) dan sebagian puncak gunung dengan ketinggian tertentu. Lapisan gletser sebagai indikator alami pengontrol suhu global bumi dalam  ketinggian air laut. Saat suhu bumi turun, maka air laut akan tertarik ke kutub dan permukaan laut mengalami penurunan. Sebaliknya saat suhu bumi meningkat, kutub mencair dan meningkatkan tinggi permukaan air laut.

Gletser sebagai indikator alami peningkatan dan penurunan permukaan air laut
sumber gambar:portalindonesianews.com

Bagaimana dengan air dalam wujud gas? Wujud gas air dibutuhkan kehidupan manusia dalam proses terjadinya hujan. Uap air bertemu dengan suhu dingin membentuk awan dan titik air, kemudian turun sebagai hujan. Hujan merupakan distributor air alami, mengantar air dari tengah laut dan samudera menuju tengah daratan. Seandainya tak ada hujan, manusia harus membuat saluran pipa besar dari laut menuju daratan atau mendistribusikannya menggunakan truk-truk tangki. Berapa biaya dan resiko yang harus ditanggung manusia jika hal itu dilakukan?

Hujan sebagai distributor alami air dari laut dan samudera ke daratan
sumber gambar:faisalchoir.blogspot.com
Lalu, apa yang akan terjadi seandainya Bumi di posisi Venus atau Mars? Posisi Venus lebih dekat terhadap matahari (sekitar 0,7 SA). Jika Bumi di posisi tersebut, maka air hanya dalam wujud gas saja tanpa bisa menjadi hujan. Sedangkan posisi Mars lebih jauh terhadap matahari (1,6 SA). Jika Bumi di posisi tersebut, maka air hanya dalam wujud padat saja. Oleh karena itu, perlu disampaikan kepada peserta didik, alangkah besarnya anugerah Allah terhadap manusia dalam peletakan posisi bumi (pengaruh ruang terhadap kehidupan).

Pengetahuan tak hanya di dapat melalui buku. Era informasi saat ini memudahkan guru sebagai tenaga pendidik untuk lebih giat mencari pengetahuan-pengetahuan lain dari berbagai sumber guna menyajikan materi lebih menarik dan bermakna bagi peserta didik. Semoga sedikit yang kita bahas kali ini dapat memberikan manfaat, terimakasih.

Sunday 6 December 2015

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK MATERI ANTROPOSFER KOMPETENSI ANALISA

Kali ini kita akan kembali membahas lembar kerja peserta didik dengan tuntutan analisa. Telah dibahas pada postingan sebelumnya mengenai kata kerja operasional paling sederhana untuk tingkatan berpikir analisis ialah proses mengaitkan. Selain kompetensi analisa, pada postingan sebelumnya juga telah dibahas kompetensi evaluasi (baca:Evaluasi komponen peta) dan juga kompetensi sintesa (baca:sintesa teori pembentukan jagad raya).

Mengapa kita perlu membelajarkan peserta didik berpikir analitis? Karena rata-rata kompetensi kognitif mata pelajaran di jenjang SMA ialah menganlisis.

Berikut tuntutan kompetensi pada materi antroposfer menurut standar isi kurikulum 2013.
Tuntutan kemampuan analisa pada semua kompetensi dasar  menurut standar isi K-13
 Apa yang tercantum dalam standar isi merupakan kompetensi minimal yang harus dicapai oleh peserta didik. Tidak berlebihan jika peserta didik setingkat SMA/sederajat dituntut berpikir analitis. Jika kemampuan analisis dianggap terlalu rendah, maka dapat ditingkatkan menjadi evaluasi atau sintesa. Dalam penerapan kurikulum sebelumnya pun (KTSP) hal itu boleh dilakukan.

Berikut contoh lembar kerja dengan tuntutan berpikir mengaitkan (analisa).

Mengaitkan kondisi wilayah dan ukuran tubuh
Lembar kerja di atas dapat diselesaikan secara berkelompok.  Menuntut peserta didik mengaitkan letak wilayah dan ukuran tubuh manusia, kemudian peserta didik menjelaskannya dalam beberapa kalimat.
keterangan menurut contoh: "Letak wilayah berpengaruh terhadap iklim. Jika wilayah beriklim gurun, maka jenis makanan yang dominan ialah daging. Karena daging banyak mengandung protein, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan daging dalam tubuh dan mengakibatkan ukuran tubuh menjadi lebih besar".

Lembar Kerja tersebut telah memenuhi beberapa tuntutan, diantaranya:
1. Kompetensi Inti (KI-1) spiritual: melalui penjelasan guru peserta didik mengetahui bahwa perbedaan fisik tubuh merupakan anugerah Allah S.W.T dengan sebab-sebab yang dapat dijelaskan secara ilmiah.
2.Kompetensi Inti (KI-2) sosial: dialami peserta didik ketika bekerja kelompok.
3. Kompetensi Intti (KI-3) kognitif: Peserta didik mendapatkan pengetahuan baru tentang pengaruh wilayah terhadap ukuran tubuh.
4. Kompetensi Keterampilan: Peserta didik dituntut berpikir analitis (keteampilan berpikir) dalam menyelesaikan lembar kerja. Selain itu, peserta didik juga mencipta sebuah produk hasil kerja dari aktivitas yang dilakukan.
5. Sesuai dengan salah satu hakikat geografi, memelajari pengaruh fisik (alam) terhadap kehidupan.

Demikian, semoga dapat diterapkan pada pembelajaran semester ganjil tahun depan.


Saturday 28 November 2015

KOMPETENSI INTI K-13 DAN KEHIDUPAN PERGURUAN TINGGI (BAG II)

Sebelumnya telah dibahas kaitan nilai spiritual dan sosial dan kehidupan perguruan tinggi. Berikut gambaran nilai kognitif dan keterampilan yang dialami mahasiswa saat menjalani kehidupan perguruan tinggi.

Nilai Kognitif Kehidupan Perguruan Tinggi
Nilai kognitif erat kaitannya dengan bidang akademis dan kehidupan kampus. Pesan orang tua sebelum anaknya menempuh ke kehidupan kampus ialah, "kuliah sing temen le/nduk bayarmu kuliah larang lho! (kuliah yang serius nak, biaya kuliah mahal!)". Apa makna kalimat tersebut?

Apa yang diucapkan orang tua bersifat deduktif (umum-khusus). Serius kuliah tak hanya soal mendengarkan penjelasan atau menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Tetapi juga lebih menekankan pada bagaimana kita menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara serius dengan tenaga dan pikiran yang kita miliki. Penekanan nilai akhir dibanding proses menurut banyak orang terkadag tak berlaku dalam kehidupan perguruan tinggi.

Perbandingan penyampaian pengetahuan oleh dosen ialah 1:4. Angka 1 menunjukkan pengetahuan yang dsampaikan secara langsung dalam perkuliahan, dan nilai 4, pengetahuan  disampaikan secara tidak langsung melalui tugas-tugas terstruktur yang diberikan (makalah, essay, artikel, dll). Jika mahasiswa meng-copypaste content tulisan orang dalam penyelesaian tugas. maka dapat dipastikan ilmu yang diperoleh hanya ketika kuliah di kelas. Itupun jika mereka serius mengikutinya.

Penyusunan tugas mandiri akan lebih menguntungkan mahasiswa, karena pengetahuan yang diperoleh jauh lebih banyak. Sudah sewajarnya mahasiswa tirakat terlebih dahulu. Kini hal itu bukanlah hal yang sulit dilakukan, karena pembuatan makalah, artikel dan essay sudah ditekankan sejak pendidikan menengah (SMA).
Jangan biarkan dua menu ini dominan dalam penyelesaian tugas kuliahmu!
Nilai Keterampilan Kehidupan Perguruan Tinggi
Dalam kehidupan perguruan tinggi mahasiswa tak hanya dituntut terampil menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Lebih dari itu mahasiswa harus mampu me-manage banyak hal. Salah satunya mengatur pengeluaran dan pemasukan yang berkaitan erat dengan kecerdasan finansial. Pemasukan mahasiswa umumnya berasal dari orang tua setiap awal bulan. Beberapa mahasiswa memilih pesta awal bulan dan berpuasa akhir bulan.

Mahasiswa harus terampil memilah kebutuhan dan keinginan, membuat skala prioritas untuk pengeluaran. Jika masih belum cukup, maka mahasiswa harus memutar otak. Menurunkan standar hidup atau menambah penghasilan. Bagi mahasiswa tahun ketiga, menambah penghasilan bukanlah hal sulit. Bisa dari segi akademis (beasiswa pembuatan karya lmiah) atau nonakademis (bekerja paruh waktu:les privat, berdagang, dll). Yang terpenting pekerjaan yang dilakukan harus disesuaikan dengan jadwal, agar tidak menganggu aktivitas perkuliahan.

Hanya akan terjadi jika manajemen finansial buruk

Apa yang telah kita bahas di atas, merupakan sudut pandang sempit seorang mantan mahasiswa yang jauh dari sempurna. Saya yakin, masih banyak nilai-nilai kehidupan perguruan tinggi menurut banyak versi. Bagi calon mahasiswa, hal ini hendaknya dijadikan  motivasi sebelum benar-benar masuk dan menjalani perguruan tinggi.

KOMPETENSI INTI K-13 DAN KEHIDUPAN PERGURUAN TINGGI

Beberapa saat lalu, saya memposting bagaimana memilih jurusan dan bagaimana kehidupan di universitas. Kali ini kita akan membahas lebih mendalam tentang kehidupan perguruan tinggi.

Banyak calon mahasiswa yang menilai kehIdupan perguruan tinggi berkaitan erat dengan hal-hal akademis. Padahal apa yang didapatkan mahasiswa saat berkuliah lebih dari itu. Analisa sederhana menghasilkan keterkaitan kehidupan pendidikan tinggi dan nilai-nilai Kompetensi Inti (KI) K-13. Apa yang akan kita bahas lebih menekankan pada kehidupan perguruan tinggi lepas orang tua. Berikut akan dibahas satu persatu kaitan kehidupan pendidikan tinggi dan KI K-13.

Nilai Religius (KI-1) Kehidupan Perguruan Tinggi.
Dalam pembelajaran ditekankan kemampuan spiritual/agamis. Guru mengajak siswa berdo'a sebelum dan sesudah pembelajaran, menghentikan pembelajaran sejenak ketika adzan berkumandang, dsb. Apa yang dialami mahasiswa dalam kehidupan pendidikan tinggi ternyata sangat "praktis".
Jika di rumah atau di sekolah siswa mengalami aktivitas agamis dengan pantauan guru dan orang tua, tentu tidak demikian dengan mahasiswa.

Mahasiswa harus mampu memimpin dan me-manage dirinya sendiri dalam hal aktivitas religius. Kegiatan bernilai ibadah/spiritual sepenuhnya menjadi kebebasan mahasiswa. Shalat 5 waktu, mengaji, shalat jumat, tarawih dll dilakukan tanpa pengawasan orang lain.  Disinilah ujian keimanan bagi mahasiswa. Jika iman mereka lemah, tingkatan ketaatan beragama di rumah dan di kehidupan perguruan tinggi bersifat sangat fluktuatif.
Bagi sebagian mahasiswa Shalat Jumat lebih berat dilakukan ketika tanpa pengawasan 

Nilai Sosial Kehidupan Perguruan Tinggi
Kehidupan perguruan tinggi tak cukup membahas aktivitas di dalam kampus. Lebih luas lagi, kehidupan perguruan tinggi ialah aktivitas yang dijalani mahasiswa, baik di dalam maupun di luar kampus. Kehidupan di dalam kampus tak terlalu lama jika dibandingkan aktivitas di luar kampus.

Setelah menyelesaikan aktivitas di kampus, umumnya mahasiswa akan kembali ke tempat peristirahatan, sebut saja kamar kost. Rumah kost banyak mengajarkan kepada mahasiswa tentang kehidupan sosial yang sebenarnya. Saat menjadi anak kost, mau tak mau mahasiswa menjadi bagian dari masyarakat. Beberapa lingkungan kost terkadang menerapkan peraturan-peraturan yang wajib dipatuhi. Sekali lagi kemampuan sosial mahasiswa diuji.

Ketaatan akan peraturan berbanding lurus dengan kemampuan sosial yang dimiliki mahasiswa. Terdapat beberapa mahasiswa yang memiliki nilai sosial tinggi sejak awal, namun beberapa lainnya tidak demikian. Mahasiswa dipaksa mampu menempat dan menyesuaiakan diri dengan daerah barunya. Perlu pendisiplinan secara paksa oleh masyarakat dalam bentuk teguran keras, denda, atau bahkan dengan cara kekerasan.

Pendisiplinan secara paksa ditempuh masyarakat guna mendisiplinkan mahasiswa yang sering melanggar peraturan lisan dan tertulis. Bagi mahasiswa objek pendisiplinan hal ini mungkin sangat menyebalkan. Namun, percayalah, saat benar-benar menjadi "orang" hal itu akan menjadi pengalaman yang tak ternilai.

Warna merah dan penyertaan kata "teguran" pada papan peringatan
Nilai kognitif dan keterampilan, akan kita bahas pada postingan selanjutnya. Semoga bermanfaat.

Sumber gambar:
id.wikipedia.org
blognyamitra.wordpress.com

Wednesday 25 November 2015

BERPIKIR ANALITIS SEDERHANA UNTUK JENJANG SMP


Tahun 2013 merupakan langkah baru dalam membelajarkan peserta didik. Ketika itu saya berkesempatan mengikuti workshop guru yang diadakan oleh USAID, salah satu lembaga US yang peduli dengan pendidikan di Indonesia. Hal yang dibahas dalam workshop ialah bagimana menghadirkan pertanyaan tingkat tinggi, yang menuntut peserta minimal berpikir analitis (menghubungkan), evaluatif (menilai), dan kreatif (mencipta).

Workshop yang diadakan USAID mengundang guru dari jenjang Sekolah Menegah Pertama (SMP). Hal itu membuktikan bahwa pertanyaan tingkat tinggi dapat diterapkan pada peserta didik mulai jenjang SMP. Pertanyaan pertama yang muncul dibenak guru peserta workshop ialah, ”Apa mampu peserta didik saya menjawab pertanyaan tingkat tinggi?”

Pertanyaan tingkat tinggi bukanlah hal yang sulit untuk dijawab, siapapun dapat menjawab pertanyaan jenis ini. Hal yang perlu digarisbawahi, pertanyaan yang dibuat harus disesuaikan dengan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik. Takkan mungkin, kita menanyakan hubungan antara pemuaian kontruksi dan ketahanan jembatan pada anak jenjang SMP.

Mengaitkan olahraga, sinar matahari, vitamin D, dan pertumbuhan tulang
Sebelum menerapkan pertanyaan tingkat tinggi terkait materi, guru sebaiknya melatih peserta didik berpikir tingkat tinggi dari hal-hal yang sederhana (lihat gambar). Siswa dituntut menghubungkan kata-kata dalam oval. Syarat untuk menghubungkan kata-kata dalam soal ialah pengetahuan awal peserta didik terkait aktivitas olahraga, sinar matahari, vitamin D, dan pertumbuhan tulang. Materi ini telah dipelajari peserta didik pada mata pelajaran IPA jenjang Sekolah Dasar.

Kata yang terhubung dengan garis putus-putus, merupakan contoh yang saya berikan sebelum meminta siswa menjawab soal. Sedangkan yang terhubung dengan garis merupakan hasil kerja (analisis) peserta didik kelas VII SMP. Dari gambar di atas diperoleh keterangan ”Saat berolahraga kita akan terkena sinar matahari yang mengandung vitamin D. Vitamin D dibutuhkan tulang untuk tumbuh”. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menghubungkan kata-kata itu. Sebuah bukti bahwa sebenarnya kemampuan peserta didik kita memang berkualitas. 

Selain itu, berpikir tingkat tinggi bukanlah hal yang sulit dilakukan peserta didik jenjang SMP sekalipun. Hal yang perlu diperhatikan ialah bagaimana melatih mereka berpikir analitis sederhana sebelum benar-benar menerapkan berpikir analalitis terkait materi pembelajaran. 

Friday 20 November 2015

PRIBADI DISIPLIN, TERPREDIKSI ATAU TERBURU-BURU?


Disiplin sering dikaitkan dengan ketepatan waktu, dan penunjuk waktu berperan penting dalam mencapai kedisiplinan. Kepribadian yang tepat waktu sering dikaitkan dengan pemakaian arloji yang melekat di pergelangan tangan. Namun, selain faktor waktu, ternyata terdapat pergeseran fungsi arloji sebagai aksesoris. Perlu diketahui bahwa apapun benda yang kita pakai memiliki pengaruh positif maupun negatif. Hal itu tergantung pada bagaimana kita menggunakannya.

Guru sebagai salah satu profesi yang menuntut kedisiplinan tinggi, sangat bergantung kepada benda itu. Bagi guru, kedisiplinan bukan hanya soal menaati aturan, namun juga memberikan contoh/teladan baik bagi murid-muridnya. Sangat tak etis jika guru menyuruh murid disiplin tapi dirinya sendiri tak demikian. Dengan dua target kedisiplinan yang diemban, mau tidak mau guru harus mendisiplinkan diri, datang tepat atau bahkan sebelum waktu yang ditentukan.

Kondisi guru saat ini sudah jauh berbeda jika dibandingkan kondisi guru pada masa lalu. Dalam film-film bertema pendidikan, guru sering digambarkan sebagai seorang yang bekerja dengan mengendarai sepeda butut tua. Adanya peningkatan kesejahteraan guru, memutar balikkan fakta tersebut. Banyak guru saat ini yang berangkat mengajar dengan mengendarai sepeda motor atau bahkan menggunakan mobil.

Namun, perlukah guru atau banyak profesi lainnya, melihat arloji saat berkendara?  Dengan penggunaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tertentu, akan memberikan efek negatif bagi tenaga pendidik ini. Apa saja pengaruh negatif melihat jam ketika melakukan perjalanan? Berikut akan dideskripsikan 2 contoh pengaruh negatifnya.

1. Mengurangi konsentrasi berkendara
Ketika itu saya pulang dari lembaga sekolah menuju lembaga sekolah yang lain. Dalam Kota kecepatan maksimal kendaraan dibatasi hingga 40 km/jam. Saya selalu berusaha menaati aturan tersebut.
Ketika melewati persimpangan jalan sayapun mengurangi kecepatan, kemudian melihat arloji untuk memprediksi waktu tiba ke tempat tujuan selanjutnya. Sekian detik saya melihat, diluar dugaan di depan saya tiba-tiba melintas kakek tua yang mengendarai sepeda. Kemudian, “Braaak!”. Kecelakaan pun terjadi.

Melihat arloji saat berkendara sebaiknya dihindari, karena hanya akan mengurangi konsentrasi kita. Boleh saja kita lakukan dengan syarat melihat kondisi di depan kita dan melihat cepat (maksimal 1 detik), guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Pengaruh terhadap kecepatan kendaraan
Terdapat dua pengaruh melihat jam ketika berkendara. Mungkin kita mengurangi kecepatan atau bahkan sebaliknya. Kondisi sebaliknya inilah yang berdampak negatif. Saat kita melihat jam ternyata waktu sudah sangat mepet, mau tidak mau kita cenderung menambah kecepatan.
Kecepatan kendaraan sudah sering memakan korban jiwa. Tak perlu kita menambahnya. Untuk menyiasati hal ini, alangkah baiknya, jika kita berangkat lebih awal. Sehingga kita tak perlu terburu-buru dan memacu kecepatan tinggi kendaraan kita.

Arloji, kawan atau lawan?
Pendapat beberapa orang menyatakan mending terlambat daripada celaka.Waktu sebagai satu-satunya hal yang tak akan pernah bisa dikembalikan. Itu benar adanya, karena saat telah terjadi kecelakaan, waktu tak akan dapat diputar kembali. Namun, tetap harus digarisbawahi bahwa tepat waktu itu yang terbaik. Tepat waktu menunjukkan kedisiplinan. Kedisiplinan berbanding lurus dengan prediksi dan persiapan yang dilakukan. Jadilah disiplin dengan prediksi yang matang, bukan disiplin karena terburu-buru.

Popular Posts

Recent Posts

Sahabat Pendidikan

Text Widget

Unordered List

Sahabat Pendidikan

Powered by Blogger.